Jumat, 22 Februari 2013

TUBERKULOSIS PADA ANAK



Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Cara penularannya biasanya melalui udara, hinggasebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru, dan dapat juga terjadi melalui kontak langsung dari luka atau lecet di kulit.

Faktor Resiko Penyakit :
Anak yang kontak dengan orang dewasa TB aktif/sputum BTA, daerah endemis kemiskinan/lingkunan yang tidak sehat bayi dengan ibu menderita TBC batuk produktif dan kuat.

Faktor Resiko Penyakit :
1. Usia, ≤ 5 tahun ( imunitas seluler belum berkembang sempurna)
2.    Malnutrisi
3.  Keadaan immunokompromais ( HIV, Keganasan, immunosupresi )
4.      Penyakit Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal Kronik 
5.      Multi – Drug Resistance ( MDR )

PATOGENESIS
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit.Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis
Serta daya tahan tubuh manusia.
1.      Infeksi primer 95,93% terjadi dalam paru. Basil tuberkulosis masuk kedalam paru melalui udara dan dengan masuknya basil tuberkulosis maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas dan disebut fokus primer/ghon fokus 
2.      Basil tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi. Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar getah bening regional yang membesar, membentuk kompleks primer/ghon kompleks 
3.              Kompleks primer terjadi 2-10 minggu (6-8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapatdiketahui dari uji tuberkulin. Umumnya kelainan dapat berbentuk :
a.               Lesi paru pada anak dapat terjadi di seluruh lapangan paru dengan predileksi terutama pada daerah perifer lapangan paru bawah.
b.              Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terjadi pada anak dibanding orang dewasa.
c.               Jaringan parenkim maupun kelenjar limfe cenderung menyembuh dengan kalsifikasisedangkan pada dewasa fibrosis.
d.             Penyebaran hematogen pada anak lebih sering terjadi sehingga TBC milier maupun meningitis TB lebih banyak dijumpai pada anak balita.Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih lanjut dan menyebabkan komplikasi. Basil tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan paru sendiriataupun menyebar secara hematogen dan limfogen
4.      Secara hematogen, dapat mencapai alat tubuh lain seperti selaput otak, otak, tulang, hati, ginjal, dll. Sebagian besar komplikasituberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah terjadinya penyakit.

KLASIFIKASI
Klasifikasi dari tuberkulosis adalah :
1.      Tuberkulosis primer merupakan infeksi pertama dari tuberkulosis
2.      Tuberkulosis subprimer merupakan komplikasi tuberkulosis primer 
3.      Tuberkulosis pasca primer merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen daneksogen setelah infeksi primer sembuh.
4.      Klasifikasi sekarang :
a.       Tuberkulosis primer  yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya
b.      Tuberculosis pasca primer 

GEJALA KLINIK 
Gejala tidak khas masuknya kuman melalui pernafasan semula pada dewasa ke anak tidak dari anak ke anak. Stadium permulaan TBC primer biasanya jarang ditemukan secara klinik karena penyakit dimulai secara perlahan-lahan bahkan kadang tanpa keluhan atau gejala. Pada anamnesa didapatkan riwayat kontak dengan penderita paru dewasa dan riwayat imunisasi BCG.
 
1.      Batuk, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus yang diawali dengan batuk kering ( non produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif.
2.      Demam, demam subfebril, hilang timbul selama ± 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.
3.      Sesak nafas, sesak nafas baru ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut.
4.      Nyeri dada, jarang ditemukan. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
5.      Malaise, gejala ini sering ditemukan seperti : anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makinkurus (BB turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala ini hilang timbul dan makin lama makin berat.

DIAGNOSA
Diagnosis pasti dari TBC yaitu bila ditemukan kuman M. Tuberculosis pada sputum, bilasan cairan lambung, cairan pleura, LCS, cairan ascites, dan biopsi. Pemeriksaan kuman BTA pada anak yang diperoleh dari bahan-bahan seperti sputum, bilasan cairan lambung, cairan pleura, LCS, cairan ascites, dan biopsi sangatlah sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis didasarkan atas gambaran klinis,radiologis dan uji tuberculin.

Petunjuk WHO untuk diagnosis tuberkulosis anak :
a.       Dicurigai TBC
b.      Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TBC dengan diagnosa pasti
c.       Anak dengan : keadaan klinis tidak membaik, setelah menderita campak atau batuk rejan



Penatalaksanaan TBC Paru
1.      Pemberian O2 1-2 L/menit saat hari pertama dan kedua sudah tepat untuk menangani gejala sesak nafas yang timbul.
2.      Pemberian IVFD RL sebanyak 30 tetes/menit kurang tepat. Seharusnya IVFD RL diberikan sebanyak (500x15)/ (24x60) = 5 tetes / menit (makro) atau 15 tetes/menit (mikro).
3.      Pemberian antibiotik broadspectrum. Biasanya diberikan sebelum diagnose ditegakkan karena sebelum diagnose ditegakkan kita mendiagnosa bronchopneumonia akibat bakteri nonspesifik.
4.      Pemberian Aminofilin. Aminofilin merupakan obat golongan xantin yang digunakan sebagai pelega pernapasan dan melebarkan saluran pernapasan. Dosis aminofilin untuk anak sebagai initial yaitu 4-6 mg/kgBB/kali yang dilarutkan dalam 20 cc dekstrosa atau NaCl 0,9 %selama 30 menit yang kemudian dilanjutkan sebagai maintenance sebanyak 0,5 – 1mg/kgBB/jam, 3-4 kali sehari. Sediaan aminofilin dalam bentuk ampul 24 mg/mL, 1ampul berisi 10mL.
5.      Pemberian Mukolitik. Mukolitik drops atau ambroxol HCl merupakan suatumukolitik. Mukolitik digunakan untuk mengencerkan mucus yang ada dalam saluran nafas penderita.
6.      Pemberian paracetamol sebagai penanganan demam yang dialamioleh pasien pada hari pertama dan kedua. Namun, pemberian paracetamol untuk hariselanjutnya kurang tepat karena pasien sudah tidak demam. Paracetamol boleh tetapdiresepkan namun sebaiknya hanya dipergunakan jika pasien mengalami demam.
7.      Pemberian INH 50 mg, sebanyak 1 kali sehari bersama dengan B6 ¼ tablet sebanyak 1 kali sehari kurang tepat. Pemberian yang hanya berupa INH diberikan jika penderitamasuk ke dalam kategori TB Paru I atau II sebagai profilaksis yang diberikan selama3-6 bulan pada kategori I dan 6-9 bulan pada kategori II.

Prognosis
Prognosis baik bila,
  1. Gambaran klinis selama perawatan pasien membaik, terlihat dari berkurangnya keluhan secara berangsur-angsur.
  2. Demam sudah menghilang,
  3. Berat badan sudah mulai meningkat.
  4. Apabila penderita berobat secara teratur dan tidak ada periode putus obat selama pengobatan, maka TB paru ini dapat mengalami remisi sempurna tanpa meninggalkan gejala sisa.

    respon imun tubuh terhadap Tb
    Phagocytosis and  immune recognition of M. tuberculosis. Various receptors have been identified for phagocytosis of M. Tuberculosis (MTB) by macrophages and dendritic cells: complement receptors are primarily responsible for uptake of opsonized M. tuberculosis; MRs and scavenger receptors for uptake of nonopsonized M. tuberculosis. TLRs play a central role in immune recognition of M. tuberculosis. In the context of CD14, TLR2 binds lipo_arabino_mannan (LAM), a heterodimer of TLR2 and TLR6 binds a 19-kDa M. tuberculosis lipoprotein, TLR4 binds to an undefined heat-labile cell-associated factor, and (possibly) TLR9 binds to M. tuberculosis DNA. After binding to TLRs, common signalling pathways lead to cell activation and cytokine production. TLRs are expressed not only at the cell surface but also in phagosomes; therefore, immune activation may occur with or without phagocytosis. On the other hand, phagocytosis alone probably does not lead to immune activation without the involvement of TLRs.
  5. Masa inkubasi:
    }  Sejak masuknya kuman TB hingga terbentuk kompleks primer 4-8 minggu
    }  Kuman masuk à makrofag tidak mampu menghancurkan à replikasi di makrofag à koloni kuman di jar paru (fokus primer)
    }  Fokus primer à menyebar ke kelenjar limfe à kompleks primer (fokus primer, limfadenitis, limfangitis)

    PENGOBATAN TUBERKULOSIS
    Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

    A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
    Obat yang dipakai:
    1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah
    · Rifampisin
    · INH
    · Pirazinamid
    · Streptomisin
    · Etambutol
    2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
    · Kanamisin
    · Amikasin
    · Kuinolon

    B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
    Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
    · TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
              Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 2 RHZE / 4R3H3 atau 2 RHZE/ 6HE
    Paduan ini dianjurkan untuk
    a. TB paru BTA (+), kasus baru
    b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
    Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
    · TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto thoraks : lesi minimal
    Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
    · TB paru kasus kambuh
    Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
    · TB Paru kasus gagal pengobatan
    Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun.
    Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
    - Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
    - Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
    - Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
    · TB Paru kasus putus berobat
    Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
    - Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, OAT dilanjutkan sesuai jadual
    - Pasien menghentikan pengobatannya ³ 2 bulan :
    1)      Berobat ³ 4 bulan, BTA saat ini negatif, klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
    2)      Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
    3)      Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.
    · TB Paru kasus kronik
    -     Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
    -          Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
    -          Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
    -          Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

    C. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
    Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
    1. Pasien rawat jalan
    a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
    b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
    c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
    2. Pasien rawat inap

    Indikasi rawat inap :
    TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
    -          Batuk darah (profus)
    -          Keadaan umum buruk
    -          Pneumotoraks
    -          Empiema
    -          Efusi pleura masif / bilateral
    -          Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
    TB di luar paru yang mengancam jiwa :
    -          TB paru milier
    -          Meningitis TB
    Pengobatan suportif/simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

    D. TERAPI PEMBEDAHAN
    Indikasi operasi
    1. Indikasi mutlak
    a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
    b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
    c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif
    1. lndikasi relatif
    a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
    b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
    c. Sisa kaviti yang menetap.

    Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
    ·          Bronkoskopi
    ·          Punksi pleura
    ·          Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

    Kriteria Sembuh
    ·          BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan
    ·          pengobatan yang adekuat
    ·          Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
    ·          Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

    E. EVALUASI PENGOBATAN
    Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
    Evaluasi klinik
    ·          Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
    ·          Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
    ·          Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
    Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6/9 bulan pengobatan)
    ·          Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
    ·          Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
    -          Sebelum pengobatan dimulai
    -          Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
    -          Pada akhir pengobatan
    ·          Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

    DAFTAR PUSTAKA
    1.      Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. 2000. Cellular and Molecular Immunolgy. 4`th edition. WB Saunders Company. Philadelphia.
    2.      Junquira L.C. and J Carneiro : Basic Histology. 3th ed. Lange Med. Publ. 1980.
    3.      Parslow TG, Stites DP, Terr AI, et al. 1997. Medical Immunology. Tenth edition. Lange. McGraw-Hill companies.  San Francisco.
    4.      Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis di Indonesia. PDPI. 2002.
    5.      WHO, Report of the expert consultation on immune therapeutic interventions for TBC. 2007. Geneva.